Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA
Berbahagialah
orang-orang yang telah menunaikan puasa Ramadhan dan memelihara hawa
nafsunya dari peringai kehinaan dan keinginan buruk setan. Berbahagialah
orang-orang yang memasukkan kebahagiaan kepada anak yatim dan
fakir-miskin di bulan Ramadhan.
Berbahagialah orang-orang yang
memulai pengalaman baru dengan intensif beribadah di bulan suci.
Berbahagialah orang-orang yang diringankan Allah SWT dalam berbuat
kebaikan. Berbahagialah orang-orang yang memperbanyak doa dan
pengharapan kepada Allah SWT di bulan termulia.
Berbahagialah
dan berbahagialah orang-orang yang puasa dan menghidupkan malam-malamnya
dengan ibadah yang diterima oleh Allah SWT. Hal tersebut tidak lain
karena Malaikat Jibril AS mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang
berpuasa dengan berbagai upaya kebaikan yang dilakukan di dalamnya dan
Rasulullah SAW mengaminkannya.
Suatu hari, Rasulullah SAW
menaiki tangga mimbar dan pada saat berada di atas tangga pertama,
beliau berkata, “Amin”. Kemudian naik ke tangga kedua dan berkata,
“Amin”. Lalu naik ke tangga ketiga dan berkata, “Amin”.
Ketika
Rasulullah SAW turun mimbar dan memiliki waktu cukup luang dikatakan
kepada beliau, “Wahai Rasul, kami mendengar sebuah perkataan pada hari
ini yang belum kami dengar sebelumnya.” Rasulullah SAW bertanya, “Kalian
semua mendengarkannya?” Para sahabat berkata, “Iya”.
Rasulullah
SAW lalu bersabda, "Sungguh, Jibril AS menyampaikan kepadaku pada saat
aku berada di tangga mimbar dengan perkataannya, ‘Rugilah orang-orang
yang mendapati kedua atau salah satu orang tuanya berumur tua, namun
keduanya tidak menjadikannya masuk surga’. Aku (Rasulullah SAW)
menjawab, ‘Amin’. Rugilah orang-orang yang jika namamu (Muhammad SAW)
disebut, namun dia tidak mengucap shalawat kepadamu. Aku menjawab,
‘Amin’. Rugilah orang-orang yang mendapati Ramadhan namun tidak mendapat
ampunan Allah. Aku menjawab, ‘Amin’." (HR. Tabrani).
Memasuki
bulan Syawal, pertanyaan pertama bagi seorang Muslim adalah apakah
semua atau sebagian kegiatan ibadah dan pendekatan kepada Allah SWT di
bulan Ramadhan akan ditradisikan dan dikonsistensikan di luar Ramadhan
ataukah sama sekali tidak akan dilakukan? Dengan kata lain, apakah
komunikasi intensif dengan Allah SWT dan hubungan baik sesama manusia di
bulan Ramadhan akan memberi pengaruh seluruhnya, sebagiannya atau tidak
memberi pengaruh sama sekali di luar Ramadhan?
Hal tersebut
karena seorang mukmin sejati bukanlah "hamba" Ramadhan yang beribadah
dan memanfaatkan peluang untuk mendapatkan pahala dan ridha Allah SWT
hanya di bulan Ramadhan. Seorang mukmin sejati bukanlah seorang yang
berbuat kebajikan semaksimal mungkin selama satu bulan dan
meninggalkannya di sebelas bulan kemudian, karena Allah SWT berfirman,
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai keyakinan datang kepadamu." (QS. Al-hijr:
99).
Jika di bulan Ramadhan seorang mukmin sejati menyibukkan
dirinya dengan kesulitan beribadah, taat dan istiqamah, maka di luar
bulan Ramadhan ia juga akan menyibukkan diri dengan ibadah, taat,
berbuat baik dan berakhlak mulia.
Orang-orang yang beribadah,
taat dan menjalin silaturahim hanya di bulan Ramadhan dan
meninggalkannya pasca Ramadhan, apalagi kembali kepada kehidupan yang
dibenci dan dimurkai Allah, maka orang-orang itu masuk dalam kategori
munafik.
Hal tersebut karena dalam diri mereka telah hilang
sifat-sifat pribadi Muslim yang baik yang berpihak pada kebenaran,
kebaikan dan keadilan; mengingkari perintah Allah; memutus tali
persaudaraan; beribadah karena mayoritas kaum Muslimin melakukan ibadah
serupa dan membuat kerusakan di bumi. Allah SWT berfirman, "Dan
orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan
memutus apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan
mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan
dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk." (QS. Ar-Ra'd: 25).
Yang
dituntut dari seorang Muslim adalah menjadikan hari-hari di luar
Ramadhan seperti Ramadhan, sehingga konsisten dalam dalam ibadah, takwa,
silaturrahim, berbuat baik dan istiqamah sebagaimana penggambaran yang
diberikan oleh Allah SWT terhadap pribadi mukmin di dalam Surah
Al-Mu'minun: 1-11. Wallahua'lam.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar